“Apresiasi kecil yang tulus kadang menjadi pemantik prestasi besar yang tak terduga.”
Pagi-pagi sekali beberapa hari terakhir, grup-grup WhatsApp AFEBSI ramai dengan flyer. Bukan flyer promosi produk, tapi flyer penuh makna yang berisi nama-nama dosen anggota AFEBSI dari berbagai daerah di Indonesia yang lolos hibah penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Nama, gelar, asal institusi, dan asal DPD AFEBSI-nya terpampang jelas dan dibagikan secara luas oleh Dewan Pimpinan Nasional AFEBSI. Langkah ini dipimpin langsung oleh Ketua Umum DPN AFEBSI Nasional, Bapak Achmad Rozi.
Sekilas, tindakan ini tampak sederhana. Tapi bagi banyak dosen dan pengurus daerah, apresiasi ini sangat berarti. Ini bukan sekadar selebrasi, tapi bentuk pengakuan yang memberi semangat. Di tengah rutinitas akademik yang padat dan kompetisi yang tak henti, bentuk penguatan seperti ini adalah oase.
Apresiasi dan Identitas Profesional
Dalam dunia akademik, motivasi tidak hanya dibangun dari honorarium atau insentif. Motivasi bisa lahir dari hal yang lebih psikologis: pengakuan. Teori Identity-Based Motivation yang dikembangkan oleh Daphna Oyserman (2015) menjelaskan bahwa manusia terdorong untuk bertindak sesuai dengan identitas yang mereka rasa penting. Ketika seseorang diakui sebagai dosen peneliti dan pengabdi melalui apresiasi terbuka, ia akan semakin kuat meneguhkan peran itu dalam dirinya.
Flyer dari DPN AFEBSI menjadi simbol bahwa kerja riset dan pengabdian bukanlah kerja sunyi. Ia dilihat, diapresiasi, dan menjadi inspirasi. Para dosen merasa bangga sekaligus terpacu: “Saya bisa. Saya diakui. Saya ingin melanjutkan.”
Modal Sosial yang Tumbuh dalam Organisasi Akademik
AFEBSI adalah wadah para akademisi ekonomi, bisnis, dan sosial humaniora. Ketika wadah ini aktif membangun budaya apresiasi, sesungguhnya ia sedang menumbuhkan modal sosial—konsep yang dijelaskan oleh Robert Putnam (1993) sebagai jaringan kepercayaan, relasi, dan nilai bersama yang memperkuat produktivitas kolektif.
Dengan membagikan flyer itu, DPN AFEBSI menunjukkan bahwa organisasi ini bukan hanya struktural, tapi juga emosional. Rasa bangga yang muncul di level personal menyebar ke kolektif. Di Jawa Timur misalnya, pelantikan pengurus DPD AFEBSI Jatim tanggal 24 Mei kemarin terasa lebih istimewa karena berbarengan dengan munculnya banyak nama dosen Jatim yang masuk dalam daftar penerima hibah. Tak sedikit dari mereka yang kini juga menjabat sebagai pengurus. Ini bukan hanya kebetulan, tapi momentum yang menunjukkan bahwa organisasi ini diisi oleh insan-insan produktif.
Apresiasi Meningkatkan Ekspektasi dan Nilai
Teori Expectancy-Value yang dirumuskan oleh Eccles & Wigfield (2002) menyebutkan bahwa seseorang akan terdorong melakukan sesuatu jika ia merasa mampu melakukannya dan menilai bahwa hal itu bermakna. Ketika penghargaan diberikan secara terbuka, seperti yang dilakukan oleh DPN AFEBSI, maka nilai dari aktivitas akademik meningkat di mata dosen. Riset dan pengabdian bukan sekadar kewajiban institusi, tapi menjadi sesuatu yang layak dibanggakan dan diperjuangkan.
AFEBSI melalui inisiatif ini berhasil menunjukkan bahwa organisasi profesi bisa punya fungsi lebih dari sekadar rapat dan struktur. Ia bisa menjadi ruang tumbuh. Ruang motivasi. Ruang inspirasi.
Penutup: Merawat Budaya Apresiasi
Di tengah dunia akademik yang sering kali keras dan kompetitif, apresiasi kecil seperti flyer dari DPN AFEBSI justru terasa sejuk dan bermakna. Ia membangun atmosfer yang positif, menghidupkan semangat, dan mempererat solidaritas antaranggota.
Maka tulisan ini dibuat sebagai dukungan penuh penulis kepada langkah DPN AFEBSI Nasional di bawah kepemimpinan Bapak Achmad Rozi. Terima kasih atas gerakan kecil yang dampaknya besar. Mari kita teruskan budaya ini, menjadikan AFEBSI bukan hanya sebagai organisasi, tapi sebagai rumah intelektual yang saling menguatkan.
“Apresiasi bukan seremonial. Ia adalah energi.”
Salam hangat dan hormat.
Dr. Agus Andi Subroto,
Ketua DPD AFEBSI JATIM,
Ruang Inspirasi Rumah Rungkut Surabaya,
30 Mei 2025